Selasa, 01 Juli 2008

MAJUSI (ZOROASTER)


Bangsa Iran sangat erat hubungannya dengan bangsa IndoArya, yang menyerbu anak benua IndoPakistan sekitar 1500 SM, dan telah menulis Weda. Mereka tinggal bersama-sama selama berabad-abad di Afghanistan, Bactria, dan Iran Utara. Bahasa asli yang digunakan mereka adalah bahasa Arya kuno yang merupakan bahasa yang digunakan untuk hymne Weda dan Gatha dari Zarathushtra yang merupakan kedua cabangnya. Kemiripan yang sangat dekat antara keduanya telah dicatat oleh setiap pelajar tentang Aryanphilology. Kedua cabang dari bangsa Arya ini (bangsa Iran dan Indo Arya) mem-punyai tradisi agama yang sama. Kedua agama tersebut suka melakukan pengorbanan untuk menyenangkan hati para dewa.
Api dinyalakan di atas altar yang dibangun khusus dan ke dalamnya dilemparkan daging binatang, biji-bijian, dan susu perah, sementara itu para pendeta mengalunkan pujian suci kepada para dewa tersebut. Apa yang dianggap khusus menyenangkan para dewa adalah persembahan berupa sari tanaman yang memabukkan, yang disebut soma dalam hymne Weda dan homa dalam Avesta. Penyembahan nenek moyang adalah gambaran lain yang menonjol dari kepercayaan Arya kuno, di mana kedua cabang ini mewarisi hal yang sama. Cerita ritual dalam persembahan ini berbentuk sesajen untuk arwah para nenek moyang berupa suatu kue yang disebut darun di antara bangsa Iran, dan puodasha di kalangan Indo Arya.
Bangsa Iran, seperti halnya Weda Arya, adalah politeisme. Menyembah sekelompok besar dewa elemen api, air, udara, dan bumi, serta cahaya, langit, matahari, bulan, dan bintang-bintang. Di antara dewa-dewa yang ditokohkan secara menonjol dalam tradisi keagamaan kedua bangsa ini adalah Mithra, dewa matahari, Bayu, dewa angin, Armaiti dewa bumi. Namun ada juga nama-nama dewa alam lainnya yang secara diametral bertentangan di antara kedua bangsa ini. Yang paling penting ialah Ahura yang menjadi nama Tuhan tertinggi dalam Avesta, tetapi dalam bahasa Sansekerta bentuknya menjadi Ashura yang berarti setan. Sebaliknya, Deva, yang dalam bahasa Avesta berarti setan tetapi dalam bahasa Sansekerta berarti Tuhan. Indra adalah salah satu dewa terbesar dalam kuil-kuil Weda, tetapi dalam Avesta dia dianggap kepala penunjang kekuatan kejahatan. Jelas ada suatu konfilik keagamaan di antara dua cabang Arya yang mengakibatkan masuknya beberapa dewa purba menjadi setan di kalangan bangsa Iran, dan rupa-rupanya ada balasan setimpal dari bangsa Arya. Hal ini juga mendorong ke arah dipaksanya bangsa Arya untuk meninggalkan negeri yang telah memberi kehidupan bersama dengan bangsa Iran, dan mengakibatkan mereka pindah ke arah anak benua IndoPakistan. Max Muller berpandangan bahwa perpecahan itu dimulai oleh Zarathustra yang ingin merobohkan apa yang disebut dewa-dewa alam dari tahta ketuhanannya, untuk selanjutnya diganti dengan penyembahan Tuhan Yang Esa dan Sejati, yang sejak awalnya dipandang sebagai kebenaran.
Agama Majusi dikatakan dualistis keimanan, padahal ini bukanlah ajaran asli dari Zarathushtra. Memang benar Zarathushtra berbicara mengenai dua kekuatan – Spento Mainyu (Roh yang Baik) dan Angro-Mainyu (juga disebut Ahriman, Roh yang Jahat), tetapi keduanya ciptaan Ahura Mazda yang mengatasi serta meliputi kedua roh tadi. Mengutip Gathas:
“Yang mula diciptakan adalah dua roh kembar
Seperti si pekerja Agama Majusi dikatakan dualistis keimanan, padahal ini bukanlah ajaran asli dari Zarathushtra. Memang benar Zarathushtra berbicara mengenai dua kekuatan – Spento Mainyu (Roh yang Baik) dan Angro-Mainyu (juga disebut Ahriman, Roh yang Jahat), tetapi keduanya ciptaan Ahura Mazda yang mengatasi serta meliputi kedua roh tadi. Mengutip Gathas:
“Yang mula diciptakan adalah dua roh kembar Seperti si pekerja kembar, mereka mengungkap
dirinya; Namun dalam fikiran serta perbuatan keduanya Tidak pernah bersetuju, satu baik, dan lainnya jahat Dan dari keduanya inilah si bijak memilih yang tepat Sedangkan si bebal tidak memilih demikian, dan tersesat” (Gathas, Yasna 30 : 3).
Ketika mengomentari ayat ini, Dr. Taraporewala menulis dalam bukunya The Religion of Zarathushtra: “Majusi mengajarkan dua roh, tetapi filsafatnya bukan dualistis. Ide dualisme ini sesungguhnya merayap ke dalam agama itu setelah tahap-tahap belakangan perkembangannya, tetapi pada zaman Gurunya sendiri dan dari kata-katanya sendiri, ide yang berkembang dan paling ditekankan bukanlah dualistis. Ini bukanlah dualistis dalam makna yang bisa dimengerti, yakni timbulnya dua tenaga yang sama-sama abadi, sejajar, satu baik dan lainnya buruk, yang selalu bertempur selama-lamanya. Konsep Zarathushtra pada dasarnya berbeda. Dia mengatakan bahwa ada dua roh – yang baik dan yang jahat – selalu bertempur satu sama lainnya. Mereka membentuk antitesis satu sama lain di setiap segi. Namun ada dua hal yang terpenting dari ajarannya berbeda dengan pandangan umum. Hal pertama yang harus diletakkan, bahwa pertentangan itu terbatas dan ada akhirnya Buku-buku itu dan bahkan buku-buku yang terbit belakangan bertanggung jawab atas semua kekaburan pengertian, mengatakan bahwa kemenangan akhir dari roh yang baik dan tenggelamnya si jahat ke bawah tanah. Dan nabinya sendiri telah menyatakan bahwa di mana mana kejahatan itu pada akhirnya akan musnah. Karena itu, jikalau salah satu dari kekuatan yang dinamakan sistem dualistis itu akhirnya lenyap, tidaklah dapat dikatakan bahwa sistem itu mengajarkan dua kekuatan yang sama kekal dan sebanding. Dan memang dari sisi yang lainnya, dan mungkin sisi yang lebih fundamental dari ajaran Majusi bukanlah dualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri, sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura Mazda.”
Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha. Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao (sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr.Taraporewala memberi batasan sebagai berikut:
“Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian, ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi, Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengewantahan dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan
sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar, Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini.”

Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus
paham kuno yang meletakkAn pada ritus-ritus, sesajen yang tidak keruan bentuknya, dan pengorbanan serta menggantikan-nya dengan agama baru tentang ketulusan – Jalan Asha. Prof. Jaques Duchesne-Guillemin menulis:
“Majusi menolak pengorbanan darah dan menawarkan minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalam dualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri, sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura Mazda.”

Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha. Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao
(sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr. Taraporewala memberi batasan sebagai berikut:
“Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian, ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi, Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengewantahan dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar, Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini.”

Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus paham kuno yang meletakkan pada ritus-ritus, sesajen yang tidak keruan bentuknya, dan pengorbanan serta menggantikan-nya dengan agama baru tentang ketulusan – Jalan Asha. Prof. Jaques
Duchesne-Guillemin menulis:
“Majusi menolak pengorbanan darah dan menawarkan
minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalam
dualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri,
sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang
sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura
Mazda.”
4
Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha.
Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama
dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao
(sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr.
Taraporewala memberi batasan sebagai berikut:
“Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan
menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian,
ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya
daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi,
Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengewantahan
dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu
dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan
sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung
pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar,
Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini.”
5
Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan
Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama
Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus
paham kuno yang meletakkan pada ritus-ritus, sesajen yang tidak
keruan bentuknya, dan pengorbanan serta menggantikan-nya
dengan agama baru tentang ketulusan – Jalan Asha. Prof. Jaques
Duchesne-Guillemin menulis:
“Majusi menolak pengorbanan darah dan menawarkan
minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalamdualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri,
sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang
sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura
Mazda.”
4
Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha.
Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama
dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao
(sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr.
Taraporewala memberi batasan sebagai berikut:
“Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan
menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian,
ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya
daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi,
Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengewantahan
dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu
dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan
sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung
pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar,
Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini.”
5
Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan
Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama
Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus
paham kuno yang meletakkan pada ritus-ritus, sesajen yang tidak
keruan bentuknya, dan pengorbanan serta menggantikan-nya
dengan agama baru tentang ketulusan – Jalan Asha. Prof. Jaques
Duchesne-Guillemin menulis:
“Majusi menolak pengorbanan darah dan menawarkan
minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalamdualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri,
sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang
sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura
Mazda.”
4
Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha.
Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama
dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao
(sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr.
Taraporewala memberi batasan sebagai berikut:
“Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan
menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian,
ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya
daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi,
Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengewantahan
dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu
dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan
sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung
pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar,
Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini.”
5
Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan
Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama
Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus
paham kuno yang meletakkan pada ritus-ritus, sesajen yang tidak
keruan bentuknya, dan pengorbanan serta menggantikan-nya
dengan agama baru tentang ketulusan – Jalan Asha. Prof. Jaques
Duchesne-Guillemin menulis:
“Majusi menolak pengorbanan darah dan menawarkan
minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalam